Pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan pada siding pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan adalah:
  • Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
  • Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
  • Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi
  • Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
  • Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
  • Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:

  •  Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Komisi Pemberantasan Korupsi berasaskan pada:
  • Kepastian Hukum
  • Keterbukaan
  • Akuntabilitas
  • Kepentingan umum
  • Proporsionalitas
  • Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki sebuah Road Map yang berlangsung dari tahun 2011 sampai dengan 2023. Road Map ini diharapkan akan mampu menjadi upaya pemberantasan korupsi yang komprehensif dan sistematis.
  • Road Map Komisi Pemberantasan Korupsi difokuskan pada beberapa area yang terbagi menjadi tiga fase atau tahap, yaitu:
Fase I
Fase pertama Road Map KPK berlangsung dari tahun 2011-2015. Dengan fokus area ditekankan pada area-area berikut:
  • Penanganan kasus Grand Corruption dan penguatan Aparat Penegak Hukum.
  • Perbaikan sektor strategis terkait kepentingan nasional (national interest).
  • Pembangunan pondasi Sistem Integritas Nasional (SIN).
  • Penguatan sistem politik berintegritas dan masyarakat (CSO) paham integritas.
  • Persiapan Fraud Control.
Fase II
Fase kedua Road Map KPK berlangsung dari tahun 2015-2019. Dengan fokus area ditekankan pada area-area berikut:
  • Perbaikan sektor strategis (melanjutkan fokus pada kepentingan nasional).
  • Penanganan Kasus Grand Corruption dan penguatan aparat penegak hukum.
  • Aksi Sistem Integritas Nasional (SIN).
  • Implementasi Fraud Control.
Fase III
Fase ketiga atau fase terakhir dari Road Map KPK berlangsung dari tahun 2019-2023. Dengan fokus area ditekankan pada area-area berikut:
  • Optimalisasi penanganan sektor strategis (melanjutkan fokus pada kepentingan nasional).
  • Optimalisasi Sistem Integritas Nasional (SIN).
  • Penanganan Fraud yang dilakukan oleh penyelenggara negara.
Sistem Integritas Nasional
  • Sistem Integritas Nasional (SIN) adalah sistem yang berlaku secara nasional dalam rangka pemberantasan korupsi secara terintegrasi yang melibatkan semua pilar penting bangsa.
  • SIN terdiri atas 3 (tiga) bagian utama, yaitu:
  1. Bagian Pondasi
    Bagian ini terdiri atas sistem politik. sosial, ekonomi, dan budaya
  2. Bagian Pilar atau Tiang Penyangga
    Bagian ini terdiri atas badan/lembaga legislatif, eksekutif, kehakiman/peradilan, sector publik, sektor keuangan, penegak hukum. komisi pemilihan umum, komisi ombudsman, badan audit, organisasi antikorupsi, partai politik, media massa, masyarakat madani, dan dunia usaha.
  3. Bagian Atap
    Bagian ini merupakan hasil akhir yang akan dicapai berupa integritas nasional.

  • Supaya pembangunan Sistem Integritas Nasional berjalan dengan positif maka semua pilar dalam SIN harus memperhatikan tiga dimensi yang terdiri atas:
  1. Peran/kontribusi [role)
  2. Setiap pilar harus menjalankan aksi secara berintegritas dengan berbasiskan keunggulan masing-masing untuk selanjutnya dikolaborasikan dengan pilar lainnya dalam pembangunan SIN.
  3. Transparansi dan akuntabilitas (governance)
  4. Setiap pilar harus menerapkan akuntabilitas dan transparansi, dalam bentuk implementasi sistem integritas, baik komponen utama maupun komponen pendukung, dengan memastikan adanya instrumen, proses, dan struktur.
  5. Kapasitas (capacity)
  • Untuk membentuk suatu Sistem Integritas Nasional yang diterapkan dalam cara kerja sebuah organisasi dapat melalui cara-cara sebagai berikut:

  1. Transparansi anggaran.
  2. Menghindarkan konflik kepentingan.
  3. Menghindari penyalahgunaan wewenang atasan.
Timnas Pencegahan Korupsi
Tim Nasional Pencegahan Korupsi dibentuk untuk menyelenggarakan Stranas PK. Timnas PK terdiri atas menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara, kepala lembaga non-struktural yang menyelenggarakan dukungan kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam melaksanakan pengendalian program prioritas nasional dan pengelolaan isu strategis, serta unsur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Timnas PK berwenang menyusun langkah kebijakan penyelesaian permasalahan dan hambatan pelaksanaan Aksi PK. Dan dalam melaksanakan kewenangannya, Timnas PK berkoordinasi dengan kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan Pemangku Kepentingan lainnya yang terkait.

Pelaksanaan tugas dan wewenang Timnas PK tidak mengurangi wewenang dan independensi pelaksanaan tugas dan fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Timnas PK mempunyai tugas:
  • mengoordinasikan, menyinkronisasikan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Stranas PK di kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan Pemangku Kepentingan lainnya;
  • menyampaikan laporan capaian pelaksanaan Stranas PK di kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan Pemangku Kepentingan lainnya yang terkait kepada Presiden; dan
  • memublikasikan laporan capaian pelaksanaan Aksi PK kepada masyarakat.
Tentang Stranas PK
Strategi Nasional Pencegahan Korupsi yang selanjutnya disebut Stranas PK adalah arah kebijakan nasional yang memuat fokus dan sasaran pencegahan korupsi yang digunakan sebagai acuan kementerian, lembaga, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya dalam melaksanakan aksi pencegahan korupsi di Indonesia. Sementara itu, Aksi Pencegahan Korupsi yang selanjutnya disebut Aksi PK adalah penjabaran fokus dan sasaran Stranas PK dalam bentuk program dan kegiatan.

Latar Belakang
Komitmen dan upaya dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi selama ini selalu menjadi prioritas pemerintah. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah seperti penataan kebijakan dan regulasi, baik berupa instruksi/arahan maupun peraturan perundang-undangan, perbaikan tata kelola pemerintahan, pembenahan proses pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, termasuk penyelamatan keuangan/aset negara.


Pada tingkat internasional, Pemerintah juga aktif terlibat dalam berbagai insiatif global untuk memerangi korupsi. Salah satunya melalui ratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Melawan Korupsi (United Nations Convention Againts Corruption) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Againts Corruption 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003). Sebagai konsekuensi dari ratifikasi tersebut, Pemerintah Indonesia telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 (Stranas PPK). Strategi yang terdapat dalam Stranas PPK meliputi strategi pencegahan, strategi penegakan hukum, strategi harmonisasi peraturan perundang-undangan, strategi kerjasama internasional dan penyelamatan aset, strategi pendidikan dan budaya anti korupsi, serta strategi mekanisme pelaporan, yang dalam pelaksanaannya hanya menitikberatkan pada upaya pencegahan korupsi.

Inisiatif pencegahan korupsi tidak hanya melalui Stranas PPK, melainkan juga dari berbagai kementerian, lembaga dan pemerintah daerah. Hal ini menyebabkan upaya pencegahan korupsi belum bersinergi secara optimal sehingga dibutuhkan upaya konsolidasi yang lebih efektif atas berbagai insiatif pencegahan korupsi oleh kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya. Di samping itu, upaya konsolidasi seyogyanya tidak hanya terbatas pada kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah sebagaimana ditentukan dalam Stranas PPK, melainkan perlu juga melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga khusus yang berdasarkan undang-undang diberikan kewenangan koordinasi dan supervisi dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Berdasarkan latar belakang tersebut, diperlukan penyempurnaan terhadap Stranas PPK sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pencegahan korupsi sehingga perlu diganti dengan strategi nasional yang dilaksanakan bersama oleh kementerian, lembaga, pemerintah daerah, pemangku kepentingan lainnya, dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Strategi nasional tersebut diwujudkan melalui Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) yang memuat fokus dan sasaran sesuai dengan kebutuhan pencegahan korupsi sehingga pencegahan korupsi dapat dilaksanakan dengan lebih terfokus, terukur, dan berdampak langsung dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.

Maksud dan Tujuan
Penyusunan Stranas PK dimaksudkan untuk mendorong upaya pencegahan korupsi yang lebih efektif dan efisien. Upaya pencegahan korupsi menjadi lebih efektif apabila terfokus pada sektor yang strategis, yang merupakan sektor yang mempengaruhi performa pembangunan dan kepercayaan publik kepada Pemerintah. Pencegahan korupsi akan semakin efisien, apabila beban administrasi dan tumpang tindih dapat dikurangi secara signifikan melalui kolaborasi yang lebih baik antara kementerian, lembaga, pemerintah daerah, pemangku kepentingan lainnya, dan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Tujuan dari Stranas PK adalah sebagai berikut:
  • memberikan arahan tentang upaya-upaya strategis yang perlu dilakukan oleh kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lain untuk mencegah korupsi;
  • mendorong program pencegahan korupsi yang berorientasi pada hasil (outcome) dan dampak (impact) bukan hanya luaran kegiatan (output) dengan capaian yang terukur; dan
  • meningkatkan sinergi antara program pencegahan korupsi dengan kebijakan pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemangku kepentingan maupun dengan kebijakan strategis Komisi Pemberantasan Korupsi.
Fokus, Tantangan dan Sasaran Stranas PK
Upaya sinergi dalam rangka mencegah korupsi, berfokus pada:
  1. perizinan dan tata niaga;
  2. keuangan negara; dan
  3. penegakan hukum dan reformasi birokrasi.

A.    Perizinan dan Tata Niaga
Perizinan dan tata niaga menjadi fokus karena bersentuhan langsung dengan masyarakat dan pelaku usaha. Korupsi di perizinan menghambat kemudahan berusaha dan investasi, pertumbuhan ekonomi serta lapangan kerja. Korupsi di tata niaga berdampak pada biaya ekonomi tinggi pada komoditas pokok, sehingga menjadi beban terutama bagi masyarakat golongan ekonomi lemah. Tantangan dan sasaran upaya pencegahan korupsi terkait perizinan dan tata niaga sebagai berikut:


B.    Keuangan Negara
Pengelolaan keuangan negara, pada prinsipnya menyangkut dua sisi utama yakni penerimaan (revenue) dan belanja (expenditure). Korupsi pada sisi penerimaan negara menjadi fokus, karena berdampak pada tidak tercapainya target penerimaan negara serta pelayanan publik dan pembangunan menjadi tidak optimal dan tidak tepat sasaran. Korupsi pada sisi belanja terutama pada proses perencanaan, penganggaran, pengadaan barang dan jasa pemerintah, berdampak pada tidak tercapainya target pembangunan nasional. Tantangan dan sasaran pencegahan korupsi terkait keuangan negara sebagai berikut:


C.    Penegakan Hukum dan Reformasi Birokrasi
Penegakan hukum dan reformasi birokrasi menjadi fokus, karena korupsi terkait penegakan hukum dan birokrasi sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan publik kepada negara.





Post a Comment

أحدث أقدم