yang diterbitkan. Dalam penerapannya, merupakan suatu pertimbangan yang cukup
sulit untuk memutuskan berapa materialitas sebenarnya dalam suatu situasi tertentu.
Tidak terdapat suatu panduan yang sederhana dan terstruktur yang dapat menolong
seorang auditor untuk memutuskan apakah sesuatu hal bersifat tidak material,
material, atau sangat material. Evaluasi materialitas tergantung pula pada apakah
dalam suatu situasi tertentu terdapat suatu ketidaksesuaian dengan GAAP/PSAK
atau terdapat suatu pembatasan lingkup audit.
1. Keputusan Materialitas Kondisi Non-GAAP
Ketika seorang klien gagal dalam mengikuti prinsip-prinsip GAAP, maka laporan audit yang diterbitkan apakah berupa pendapat wajar tanpa syarat, hanya pendapat wajar dengan pengecualian, atau pendapat tidak wajar, tergantung pada materialitas dari penyimpangan yang terjadi. Beberapa aspek materialitas harus dipertimbangkanyaitu :
a. Perbandingan Nilai uang pada Suatu Patokan Tertentu
Pada saat seorang klien gagal mematuhi prinsip-prinsip GAAP maka yang menjadi perhatian utama
dalam pengukuran materialitasnya umumnya adalah nilai uang dari total kesalahan
pada akun-akun yang terkait, dibandingkan pada suatu patokan tertentu. Suatu
kesalahan senilai Rp1.000.000 mungkin bersifat material bagi sebuah perusahaan skala
kecil, tetapi tidak material bagi sebuah perusahaan besar. Oleh karenanya, kesalahan
penyajian harus dibandingkan dengan suatu patokan tertentu sebelum dibuat suatu
keputusan tentang tingkat materialitas dari kegagalan mematuhi prinsip-prinsip
GAAP itu. Patokan/panduan yang umumnya digunakan adalah laba bersih, total
aktiva, aktiva lancar, dan modal kerja.
Sebagai contoh, diasumsikan bahwa seorang auditor meyakini adanya kelebihan
pencatatan saldo persediaan sebesar Rp100.000 akibat dari kegagalan klien dalam
mematuhi prinsip-prinsip GAAP. Diasumsikan pula saldo persediaan tercatat sebesar
Rp1.000.000, aktiva lancar Rp3.000.000, dan laba bersih sebelurn pajak sebesar
Rp 2.000.000. Dalam kasus ini, auditor harus mengevaluasi materialitas dari suatu
kesalahan pencatatan yang berprosentase 10% terhadap nilai persediaan, 3.3%
dari aktiva lancar, dan 5% dari laba bersih sebelum pajak.
Untuk mengevaluasi keseluruhan materialitas, auditor pun harus menggabungkan seluruh kesalahan saji yang belum diperbaiki serta menimbang apakah mungkin terdapat kesalahan saji yang bersifat tidak material yang, ketika digabungkan dengan kesalahan saji lainnya, akan mempengaruhi laporan keuangan secara signifikan. Dalam kasus persediaan di atas, diasumsikan bahwa auditor
meyakini pula adanya kelebihan pencatatan saldo piutang dagang sebesar Rp 150.000. Maka total pengaruh kelebihan pencatatan tersebut pada aktiva lancer sekarang sebesar 8.3% (Rp250.000 dibagi dengan Rp3.000.000) dan sebesar 12.5% (Rp 250.000 dibagi dengan Rp 2.000.000) pada laba bersih sebelum pajak.
Ketika membandingkan potensi kesalahan penyajian dengan suatu patokan
tertentu, seorang auditor harus mempertimbangkan dengan secara berhati-hati
seluruh akun yang dipengaruhi oleh kesalahan penyajian tersebut (pervasiveness).
Sebagai contoh, merupakan hal yang penting untuk tidak memperhatikan pengaruh
dari kekurangan pencatatan saldo persediaan pada harga pokok penjualan, laba
sebelum pajak, pajak penghasilan yang dibayarkan, serta pajak penghasilan yang terutang.
b. Terukur
Nilai uang dari sejumlah kesalahan penyajian tidak dapat diukur secara akurat.Sebagai contoh, ketidaksediaan seorang klien untuk mengungkapkan suatu gugatan pengadilan yang sedang berlangsung atau pembelian sebuah perusahaan baru yang dilakukan setelah tanggal neraca sulit, jika memungkinkan, untuk diukur dalam satuan uang.Pertanyaan materialitas yang harus dievaluasi oleh auditor dalam situasi-situasi seperti ini adalah pengaruh dari kegagalannya dalam mengungkapkan hal-hal tersebut pada para pengguna laporan.
c. Karakteristik Item itu Sendiri
Keputusan seorang pengguna laporan mungkin pula dipengaruhi oleh jenis kesalahan penyajian dalam laporan keuangan.Berikut ini adalah hal-hal yang dapat mempengaruhi keputusan para pengguna laporanSerta mempengaruhi pula pendapat auditor dalam suatu pendekatan yang berbeda dengan mayoritas kesalahan penyajian.
1. Transaksi-transaksi tersebut bersifat ilegal atau curang
2. Suatu item secara material dapat mempengaruhi penyajian dalam
beberapa periode mendatang walaupun kesalahan penyajian tersebut
tidak bersifat material bagi penyajian laporan pada periode berjalan.
3. Suatu item mempunyai suatu pengaruh "fisik" (sebagai contoh, sejumlah
Kecil laba terhadap sejumlah kecil kerugian atau saldo kas terhadap
cerukan).
4. Suatu item mungkin bersifat penting dalam kaitannya dengan probabilitas
konsekuensi yang timbul dari kewajiban pada perjanjian yang telah
disepakati bersama (sebagai contoh, pengaruh dari kegagalan mematuhi
persyaratan dalam suatu perjanjian hutang dapat berakibat pada suatu
penarikan pinjaman yang material).
2. Keputusan Materialitas Kondisi Pembatasan Lingkup Audit
Ketika terdapat suatu pembatasan lingkup audit, laporan audit dapat berupa wajar tanpa
syarat, wajar dengan pengecualian atas ruang lingkup dan pendapat audit, atau
penolakan pemberian pendapat, tergantung dari materialitas pembatasan lingkup
audit tersebut. Auditor akan mempertimbangkannya terhadap ketiga faktor yang
sama yang telah dibahas sebelumnya dalam keputusan materialitas atas kondisi
non-GAAP, tetapi dengan pertimbangan yang sama sekali berbeda. Ukuran
kesalahan saji potensial, daripada kesalahan saji yang telah diketahui saat ini,
merupakan hat yang penting dalam menentukan apakah suatu pendapat wajar
tanpa syarat, pendapat wajar dengan pengecualian, atau suatu penolakan
pemberian pendapat adalah hal yang tepat bagi suatu pembatasan lingkup audit.
Sebagai contoh, jika saldo hutang dagang sebesar Rp400.000 tidak diaudit, auditor
harus mengevaluasi potensi kesalahan penyajian dalam hutang dagang tersebut
serta memutuskan seberapa material pengaruhnya pada laporan keuangan. Tingkat
resapan (pervasiveness) dari kesalahan saji potensial ini pun harus dipertimbangkan.
Umumnya melakukan evaluasi materialitas atas kesalahan saji yang potensial
yang diakibatkan oleh pembatasan lingkup audit lebih sulit dilakukan daripada
melakukan evaluasi materialitas yang disebabkan oleh ketidakpatuhan pada prinsip‑
prinsip GAAP. Kesalahan penyajian yang diakibatkan oleh ketidakpatuhan pada
prinsip-prinsip GAAP dapat diketahui. Sementara kesalahan penyajian yang
diakibatkan oleh pembatasan lingkup audit umumnya harus diukur secara subjektif
atas potensi terjadinya kesalahan penyajian. Sebagai contoh, suatu pencatatan
hutang dagang sebesar Rp400.000 mungkin saja mengalami kekurangan pencatatan
lebih dari juta, yang dapat mempengaruhi beberapa nilai, termasuk di dalamnya adalah laba kotor, laba bersih, serta total aktiva.
إرسال تعليق