Di Indonesia penelitian tentang jenis-jenis manusia purba sudah sejak abad ke-18 M, dirintis oleh seorang dokter Belanda bernama Eugene Dubois. Mula-mula ia mengadakan penelitian di Sumatera Barat namun tidak membuahkan hasil, lalu ia pindah ke Pulau Jawa . Di Pulau Jawa, ia berhasil menemukan fosil manusia purba di desa Trinil, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur pada tahun 1891. Fosil manusia purba ia beri nama pithecanthropus erectus, yang artinya manusia kera yang berjalan tegak Penemuan fosil selanjutnya pada tahun 1936 oleh Weidenrich. Ia menemukan fosil tengkorak anak di Lembah Sungai Brantas, desa Jetis, Mojokerto. Weidenrich menamakan fosilnya Pithecanthropus Robustus. Fosil sejenis juga ditemukan oleh von Koenigswald di Mojokerto, ia menyebutnya Pithecanthropus Mojokertensis. Pada penelitian dan penggalian arkeologis antara tahun 1936–1941, von Koenigswald berhasil menemukan fosil manusia purba. Diperkirakan fosil manusia purba itu adalah manusia tertua di Indonesia yang hidup satu sampai dua juta tahun yang lalu. Oleh karena itu para ahli arkeologi menamakannya Meganthropus Palaeojavanicus, artinya manusia raksasa tertua dari Jawa. Meganthropus Palaeojavanicus hidup sezaman dengan Pithecanthropus Mojokertensis, namun tingkat kehidupannya lebih primitif. Selanjutnya, ditemukan fosil-fosil manusia purba Indonesia, yang tingkat kemampuannya lebih tinggi dibanding jenis Pithecanthropus, yaitu jenis Homo Sapiens (manusia yang berpikir). Jenis manusia homo sapiens yang ditemukan di Indonesia, antara lain.

1. Homo Wajakensis 

Fosil-fosil jenis homo ini ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1889. Tempat penemuannya di desa Wajak, Tulungagung, Jawa Timur. Tingkatan kemampuannya lebih tinggi dibanding Pithecanthropus Erectus. Homo Wajakensis sebagian besar bertempat tinggal di Indonesia bagian barat termasuk ras Mongoloid sedangkan sebagian lagi bertempat tinggal di Indonesia bagian timur termasuk subras Austromelanesoid.

2. Homo Soloensis 

Fosil-fosil jenis Homo Soloensis ditemukan di Lembah Sungai Bengawan Solo pada penelitian dan penggalian antara tahun 1931 – 1941 oleh Ter Haar dan Oppenoorth.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama